Pandu (Sanskerta: पाण्डु; dieja Pāṇḍu) adalah nama
salah satu tokoh dalam wiracarita Mahabharata,
ayah dari para Pandawa. Pandu merupakan anak kedua dari tiga bersaudara,
yaitu Dretarasta yang
sebenarnya merupakan pewaris dari Kerajaan
Kurudengan pusat pemerintahan di Hastinapura,
tetapi karena buta maka tahta diserahkan kepada Pandu dan Widura, yang tidak
memiliki ilmu kesaktian apapun tetapi memiliki ilmu kebijaksanaan yang luar
biasa terutama bidang ketatanegaraan.
Pandu memiliki dua orang istri, yaitu Kunti dan Madri. Sebenarnya
Pandu Dewanata tidak bisa mempunyai anak karena dikutuk oleh seorang resi, karena pada saat
resi tersebut menyamar menjadi kijang untuk
bercinta, Pandu memanah hingga resi itu tewas. Kedua istri Pandu Dewanata
mengandung dengan cara meminta kepada Dewa. Pandu Dewanata
akhirnya tewas karena kutukan yang ditimpa kepadanya, dan Madri menyusul
suaminya dengan membakar dirinya.
Arti nama
Nama Pandu atau pāṇḍu dalam bahasa
Sanskerta berarti pucat, dan kulit dia memang pucat, karena ketika
ibunya (Ambalika)
menyelenggarakan upacara putrotpadana untuk memperoleh anak, ia
berwajah pucat.
Di kalangan Jawi (Jawa
Kuna/Sunda), Pandu berasal dari Wandu yang artinya bukan
laki bukan perempuan, tetapi bukan banci. Tegasnya, sajeroning lanang ana
wadon, sajeroning wadon ana lanang, yaitu manusia yang sudah menemukan jodohnya
dari dalam dirinya sendiri. Gusti Pangeran dan hambanya sudah bersatu dan
selalu berjamaah.
Kelahiran
Menurut Mahabharata, Wicitrawirya bukanlah
ayah biologis Pandu. Wicitrawirya wafat tanpa memiliki keturunan. Ambalikadiserahkan
kepada Bagawan Byasa agar
diupacarai sehingga memperoleh anak. Ambalika disuruh oleh Satyawati untuk
mengunjungi Byasa ke dalam sebuah kamar sendirian, dan di sana ia akan diberi
anugerah. Ia juga disuruh agar terus membuka matanya supaya jangan melahirkan
putra yang buta (Dretarastra) seperti yang telah dilakukan Ambika. Maka dari
itu, Ambalika terus membuka matanya namun ia menjadi pucat setelah melihat rupa
Sang Bagawan (Byasa)
yang luar biasa. Maka dari itu, Pandu (putranya), ayah paraPandawa,
terlahir pucat.
Kehidupan
Pandu merupakan seorang pemanah
yang mahir. Ia memimpin tentara Dretarastra dan
juga memerintah kerajaan untuknya. Pandu menaklukkan wilayah Dasarna, Kashi, Anga, Wanga, Kalinga, Magadha,
dan lain-lain.
Pandu menikahi Kunti, putri Raja
Kuntibhoja dari Wangsa Wresni, dan Madri, putri Raja Madra.
Saat berburu di hutan, tanpa sengaja Pandu memanah seorang resi bernama Kindama yang
sedang bersenggama dalam wujud rusa. Atas perbuatan
tersebut, sang resi mengutuk Pandu agar kelak ia meninggal saat bersenggama
dengan wanita. Maka dari itu, Pandu tidak bisa memiliki anak dengan cara
bersenggama dengan istrinya. Dengan kecewa, Pandu meninggalkan hutan bersama
istrinya dan hidup seperti pertapa. Di dalam hutan, Kunti mengeluarkan mantra
rahasianya dan memanggil tiga Dewa, Yaitu Yama, Bayu, dan Indra. Dari ketiga
Dewa tersebut, ia meminta masing-masing seorang putra. Ketiga putra tersebut
adalah Yudistira, Bima, dan Arjuna. Kunti juga
memberi kesempatan kepada Madri untuk meminta seorang putra dari Dewa yang
dipanggilnya, dan Madri memanggil Dewa Aswin. Dari Dewa
tersebut, Madri menerima putra kembar, diberi nama Nakula dan Sadewa.
Kelima putra pandu dikenal sebagai Pandawa.
Kematian
Lima belas tahun setelah ia hidup
membujang, ketika Kunti dan putra-putranya berada jauh, Pandu mencoba
untuk bersenggama dengan Madri. Atas tindakan
tersebut, Pandu wafat sesuai dengan kutukan yang diucapkan oleh resi yang
pernah dibunuhnya. Kemudian Madri menitipkan putra kembarnya,Nakula dan Sadewa, agar
dirawat oleh Kunti sementara ia membakar dirinya sendiri untuk menyusul
suaminya ke alam baka.
Versi pewayangan Jawa
Dalam pewayangan, tokoh Pandu (Bahasa
Jawa: Pandhu) merupakan putra kandung Byasa yang
menikahi Ambalika,
janda Wicitrawirya. Bahkan, Byasa dikisahkan
mewarisi takhta Hastinapura sebagai raja sementara sampai Pandu
dewasa.
Masa
muda
Pandu digambarkan berwajah tampan
namun memiliki cacat di bagian leher, sebagai
akibat karena ibunya memalingkan muka saat pertama kali menjumpai Byasa. Para dalangmengembangkan
kisah masa muda Pandu yang hanya tertulis singkat dalam Mahabharata.
Misalnya, Pandu dikisahkan selalu terlibat aktif dalam membantu perkawinan para
sepupunya di Mathura. Pandu pernah diminta para dewa untuk
menumpas musuh kahyangan bernama Prabu Nagapaya, raja raksasa yang
bisa menjelma menjadi naga dari negeri Goabarong. Setelah berhasil melaksanakan
tugasnya, Pandu mendapat hadiah berupa pusaka minyak Tala.
Pandu kemudian menikah
dengan Kunti setelah
berhasil memenangkan sayembara di negeri Mathura. Ia
bahkan mendapatkan hadiah tambahan, yaitu Putri Madri, setelah
berhasil mengalahkan Salya, kakak sang putri. Di tengah jalan ia juga berhasil
mendapatkan satu putri lagi bernama Gandari dari
negeri Plasajenar, setelah mengalahkan kakaknya yang bernama Prabu Gendara.
Puetri yang terakhir ini kemudian diserahkan kepada Dretarastra,
kakak Pandu.
Pandu naik takhta di Hastina menggantikan Byasa dengan
bergelar "Prabu Pandu Dewanata" atau "Prabu Gandawakstra".
Ia memerintah didampingi Gandamana, pangeranPanchala sebagai patih. Tokoh
Gandamana ini kemudian disingkirkan oleh Sangkuni,
adik Gandari secara
licik.
Keluarga
Dari kedua istrinya, Pandu
mendapatkan lima orang putra yang disebut Pandawa. Berbeda
dengan kitab Mahabharata, kelimanya benar-benar putra kandung Pandu,
dan bukan hasil pemberian dewa. Para dewa hanya dikisahkan membantu kelahiran mereka. Misalnya,
Bhatara Dharma membantu
kelahiran Yudistira, dan Bhatara Bayu membantu
kelahiran Bima. Kelima putra Pandu semuanya lahir
di Hastina,
bukan di hutan sebagaimana yang dikisahkan dalam Mahabharata.
Kematian
Kematian Pandu dalam pewayangan
bukan karena bersenggama dengan Madri, melainkan
karena berperang melawan Prabu Tremboko, muridnya sendiri.
Dikisahkan bahwa Madri mengidam
ingin bertamasya naik Lembu Nandini, wahana Batara
Guru. Pandu pun naik ke kahyangan mengajukan permohonan istrinya. Sebagai
syarat, ia rela berumur pendek dan masuk neraka. Batara
Guru mengabulkan permohonan itu. Pandu dan Madri pun
bertamasya di atas punggung Lembu Nandini. Setelah puas, mereka
mengembalikan lembu itu
kepada Batara Guru. Beberapa bulan kemudian, Madri melahirkan
bayi kembar bernama Nakula dan Sadewa.
Sesuai kesanggupannya, Pandu pun
berusia pendek. Akibat adu domba dari Sangkuni,
Pandu pun terlibat dalam perang melawan muridnya sendiri, yaitu seorang raja
raksasa dari negeri Pringgadani bernama Prabu Tremboko. Perang ini dikenal
dengan namaPamoksa. Dalam perang itu, Tremboko gugur terkena anak panah Pandu,
namun ia sempat melukai paha lawannya itu menggunakankeris bernama
"Kyai Kalanadah". Akibat luka di paha tersebut, Pandu jatuh sakit. Ia
akhirnya meninggal dunia setelah menurunkan wasiat agar Hastinapura untuk
sementara diperintah oleh Dretarastra sampai
kelak Pandawa dewasa.
Antara putra-putri Pandu dan Tremboko kelak terjadi perkawinan, yaitu Bima dengan Hidimbi, yang
melahirkan Gatotkaca, seorang kesatria berdarah
campuran, manusia dan raksasa.
Naik ke surga
Istilah Pamoksa seputar
kematian Pandu kiranya berbeda dengan istilah moksa dalam agama
Hindu. Dalam "Pamoksa", Pandu meninggal dunia musnah bersama
seluruh raganya. Jiwanya kemudian masuk neraka sesuai
perjanjian. Atas perjuangan putra keduanya, yaitu Bima beberapa tahun kemudian, Pandu
akhirnya mendapatkan tempat disurga. Versi lain yang lebih dramatis mengisahkan Pandu tetap
memilih hidup di neraka bersama Madri sesuai
janjinya kepada dewa.
Baginya, tidak menjadi masalah meskipun ia tetap tinggal di neraka, asalkan ia
dapat melihat keberhasilan putra-putranya di dunia. Perasaan bahagia melihat
dharma bakti para Pandawa membuatnya merasa hidup disurga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar